Majelis Ulama Indonesia, setelah :
MENIMBANG :
- Bahwa kedudukan hukum zakat penghasilan baik penghasilan rutin seperti gaji pegawai / karyawan atau penghasilan pejabat Negara, maupun penghasilan tidak rutin seperti dokter, pengacara, penceramah, dan sejenisnya, serta penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya, masih sering ditanyakan oleh umat islam Indonesia.
- Bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hokum zakat penghasilan tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam dan pihak- pihak yang memerlukan.
MENGINGAT :
Firman Allah SWT tentang zakat, antara lain :
“Hai orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu …” (QS. Al-Baqarah [2]: 267).
“… Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan’…” (QS. al-Baqarah [2]: 219).
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. al-Taubah [9]: 103).
Hadtis- hadtis NAbi SAW, antara lain :
“Diriwayatkan secara marfu’ hadis Ibn Umar, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda, ‘Tidak ada zakat pada harta sampai berputar satu tahun’.” (HR.)
“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: ‘Tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’. (HR. Muslim). Imam Nawawi berkata: “Hadis ini adalah dalil bahwa harta qinyah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk dikembangkan) tidak dikenakan zakat.”
“Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi SAW, beliau bersabda: ‘Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri, Allah akan memberinya kecukupan’.” (HR. Bukhari)
“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: ‘Sedekah hanyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutu-han. Tangan atas lebih baik daripa-da tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu” (HR. Ahmad)
MEMPERHATIKAN :
- Pendapat Dr. Yusuf Al Qardhawi.
- Pertanyaan dari masyarakat tentang zakat profesi, baik melalui lisan maupun surat : antara lain BAZNAS.
- Rapat- rapat kimisi fatwa, terakhir rapat pada sabtu, 8 Rabi’ul Awwal 1424/ 10 Mei 2003 dan sabtu 7 Juni 2003/ 6 Rabi’ul akhir 1424.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG ZAKAT PENGHASILAN
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupub tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Kedua : Hukum
Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
Ketiga : Waktu Pengeluaran Zakat
- Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.
- Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.
Keempat : Kadar Zakat
Kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %.
Ditetapkan di Jakarta 07 Juni 2003 M. Ketua MUI (K.H. Ma’ruf Amin), Sekretaris (Hasanuddin)